NEWS SINGASANA– Sebuah tonggak penting bagi dunia transportasi pariwisata di Pulau Dewata akhirnya tercapai. Setelah melalui proses panjang, Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Layanan Angkutan Sewa Khusus Pariwisata Berbasis Aplikasi resmi disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Bali. Persetujuan tersebut disahkan dalam Rapat Paripurna di Kantor Gubernur Bali, dan segera akan dikirimkan ke Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) untuk mendapat pengesahan menjadi peraturan daerah (Perda).
Langkah ini menjadi sinyal kuat bahwa Bali tidak hanya ingin menjadi destinasi wisata dunia, tetapi juga daerah yang tertib secara hukum dan digital — di mana inovasi dan kearifan lokal berjalan beriringan.
Perlindungan Hukum bagi Transportasi Pariwisata Lokal
Wakil Ketua I DPRD Provinsi Bali, I Wayan Disel Astawa, menegaskan bahwa peraturan baru ini akan menjadi landasan hukum utama dalam pengelolaan layanan angkutan berbasis aplikasi di wilayah Bali.
Ketua Komisi III DPRD Bali, I Nyoman Suyasa, menambahkan bahwa perda ini akan menjadi pedoman teknis dan yuridis bagi Pemerintah Provinsi Bali, perusahaan penyedia aplikasi, serta para pelaku usaha transportasi sewa pariwisata. Tujuan utamanya: menciptakan ketertiban, keadilan, dan kepastian hukum bagi seluruh pihak — mulai dari konsumen hingga sopir lokal.
Isi dan Substansi: Mengatur dari Aplikasi hingga Budaya
Raperda ini terdiri atas 19 bab dan 20 pasal, yang mencakup berbagai aspek penting mulai dari kewajiban perusahaan penyedia aplikasi, pengemudi, hingga perlindungan masyarakat dan mekanisme pengawasan.
Salah satu poin menarik dalam raperda ini adalah adanya aturan yang mewajibkan pengemudi pariwisata memiliki pengetahuan dasar tentang budaya dan adat Bali, serta menggunakan label resmi bertuliskan “Kreta Bali Smita” di setiap kendaraan.
“Kami ingin layanan transportasi di Bali tidak sekadar mengantar tamu, tapi juga menjadi duta budaya,” jelas Suyasa.

Baca Juga: Puluhan Inovasi Tabanan Lolos Tahap II Lomba Jayaning Singasana 2025
Selain itu, perusahaan penyedia aplikasi diwajibkan untuk:
-
Memiliki badan hukum yang sah,
-
Memberikan asuransi kecelakaan dan kesehatan bagi pengemudi,
-
Menjamin perlindungan penumpang, dan
-
Menyusun struktur tarif yang adil, dengan perbedaan tarif bagi wisatawan lokal dan mancanegara.
Kebijakan diferensiasi tarif ini dinilai penting untuk menjaga daya saing pelaku lokal dan mendukung prinsip pariwisata berkelanjutan.
“Kami ingin melindungi konsumen lokal tanpa menghambat pariwisata internasional. Tarif bagi wisatawan asing disesuaikan dengan daya beli mereka,” tambahnya.
Suara Lapangan: “Payung Hukum yang Kami Nanti Bertahun-Tahun”
Kebahagiaan pun menyelimuti para sopir pariwisata di Bali, yang selama ini kerap bersuara lantang menuntut keadilan terhadap sistem transportasi digital.
Koordinator Forum Perjuangan Driver Pariwisata (FPDP) Bali, Made Darmayasa, menyambut keputusan DPRD dengan penuh syukur. Ia menilai perda ini adalah hasil perjuangan panjang dari ribuan sopir yang selama bertahun-tahun merasa “tidak terlihat” oleh kebijakan pemerintah.
“Akhirnya ada payung hukum yang menjamin kepastian bagi kami di lapangan,” ujar Darmayasa.
“Yang paling penting, sekarang tarif dibedakan antara wisatawan lokal dan asing. Itu awal masalah kami dulu, karena tarif terlalu murah dan tidak adil.”
Menurut Darmayasa, teknis pelaksanaan di lapangan akan diatur lebih lanjut melalui Peraturan Gubernur (Pergub). Dalam tahap itu, asosiasi dan komunitas driver akan dilibatkan agar kebijakan benar-benar berpihak pada masyarakat lokal.






